JangkarNTB.com, MATARAM – Komunitas akademik kehutanan Indonesia melalui Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Kehutanan Indonesia (FOReTIKA) menggelar lokakarya strategis sebagai bentuk komitmen nyata dalam mendukung pencapaian target iklim nasional. Lokakarya bertajuk “Peran Multipihak Dalam Implementasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030” yang berlangsung di Lombok Astoria, Mataram, pada Minggu (21/9/2025) ini secara resmi dibuka oleh Wakil Ketua FOReTIKA, Ir. Sigit Sunarta, S.Hut., M.P., M.Sc., Ph.D., IPU., dan dihadiri oleh 150 peserta offline serta 1.000 mahasiswa kehutanan secara online dari seluruh Indonesia.

Acara ini semakin bergengsi dengan dibukanya secara resmi Forestry Update Course (FUCo) dan kuliah umum oleh Staf Ahli Menteri Kehutanan, Fahrizal Fitri, S.Hut., MP., yang mewakili Menteri Kehutanan. Dalam paparannya, Fahrizal menekankan bahwa krisis iklim adalah masalah nasional yang nyata. “Berdasarkan riset dari Yale University (2023), pemahaman masyarakat Indonesia tentang pemanasan global masih sangat rendah, 55% hanya mengetahui sedikit, 20% tidak pernah mendengar, dan hanya 2% yang paham betul,” ungkapnya, menyoroti tantangan besar dalam sosialisasi.
Ia menggarisbawahi peran sentral sektor kehutanan sebagai tulang punggung pencapaian Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia, dengan target kontribusi pengurangan emisi sebesar 60% dibanding sektor lainnya. “FOLU Net Sink 2030 adalah milestone krusial untuk mencapai kondisi carbon net sink dan fondasi menuju Net Zero Emission 2060,” tambahnya.
Indonesia sebagai negara kepulauan dan sekaligus pemilik hutan tropis terbesar. Memikul tanggung jawab ganda: menjaga hutan sebagai paru-paru dunia, sekaligus memanfaatkan sumber daya alam secara adil untuk pembangunan. Kolaborasi penta-helix (pemerintah, akademisi, komunitas, swasta, media) bukan lagi pilihan, melainkan keharusan untuk menyukseskan agenda nasional ini.
Lokakarya kemudian memasuki sesi panel pertama yang mendalam. Dr. Ir. Dida Migfar Ridha, M.Si. (Ketua Harian II OMO IFNS 2030) memaparkan strategi percepatan implementasi yang berbasis sains, spasial-temporal, dan terintegrasi multi-sektor. “Dokumen ENDC Indonesia, khusus sektor Forest and Other Land Uses (FOLU) memiliki target penurunan emisi GRK sebesar 500 juta ton CO2-eq dengan kemampuan sendiri, dan 729 juta ton CO2-eq dengan dukungan internasional. Peran akademisi dalam penelitian, inovasi, dan penguatan MRV (Measurement, Reporting, and Verification) sangat krusial,” jelas Dida.
Prof. Dr. A. Mujetahid M., S.Hut. MP., Ketua FOReTIKA, melanjutkan dengan memetakan peran konkret perguruan tinggi. “Mandat kami adalah penyediaan SDM muda berdaya saing, SDM pakar inovatif, IPTEK, dan pendampingan masyarakat. FOReTIKA siap mengawal kebijakan, melakukan monitoring-evaluasi, dan memperkuat kelembagaan, termasuk merumuskan skema insentif bagi ‘pejuang’ FOLU,” paparnya.
Diskusi panel yang dipandu Dr. Ir. Bambang Hendroyono, M.M. ini menghadirkan pertanyaan kritis dari perwakilan universitas, menyinggung soal pendanaan, kesesuaian lokasi program dengan peta FOLU, serta perlunya platform finansial yang transparan dan akuntabel. Jawaban dari narasumber menegaskan bahwa pendanaan berasal dari multi-sumber (APBN, APBD, swasta, internasional) dan menekankan pentingnya proposal yang sesuai dengan Rencana Operasional FOLU dan Renja Sub-Nasional FOLU Net Sink 2030.

Lokakarya ini tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi telah melahirkan rekomendasi aksi nyata. Rekomendasi tersebut mencakup penguatan kolaborasi, transparansi pendanaan, perbaikan tata kelola di tingkat pemerintah daerah, dan penguatan kelembagaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Dengan ditutupnya acara, FOReTIKA telah memegang amanah untuk mentransformasikan semua gagasan menjadi aksi nyata di setiap kampusnya, mengawal warisan bumi yang lestari untuk generasi mendatang.




