Keluarga Sultan Adalah biang kerok kerusakan sistematis di Bima 

Nasional, Politik54 Dilihat

Bima,JangkarNTB.Com- “Mereka yang merusak tatanan dan norma keadaban selama 20 tahun berkuasa, setelah kehilangan kuasa kemudian mencari siapa yang harus dikambing hitamkan, yang paling mudah adalah melempar kesalahan pada pengganti, padahal mereka sedang membuka kotak kejahatan yang selama ini ditutup oleh ketakutan hamba yang berharap tuah cipratan kuasa”

Beberapa hari terahir saya membaca banyak postingan tentang transaksi atau praktek jual beli jabatan yang dilakukan oleh yang mengaku TIM “Ady-Irfan” di kecamatan Wera, ada juga postingan yang nekat menyebut nama ASN dengan menadai Akun Prabowo Dan Gibran lengkap dengan istrumen alat paksa negaranya, semua ditandai, kemudian oleh beberapa media disebut itu sebagai Hoax dan agitasi politik kelompok pro Kesultanan yang masih sakit hati karena kalah Pemilukada.

Saya membaca platform perjuangan Ady-Irfan dan menandai ada 2 tema penting yang menjadi point krusial cita-cita perubahan, yaitu Bima bermartabat dan distribusi jabatan tanpa Mahar.

Saya mengikuti pemilukada langsung sejak tahun 2005, sejak itu garis perjuangan saya adalah Menolak kesultanan Bima memegang kekuasaan formal,  karena selain berbahaya secara kultural juga berbahaya secara struktural, bahaya itu kemudian bisa kita saksikan dengan mata telanjang apa yang mereka wariskan selama 20 tahun memimpin kabupaten Bima, semua lini kehidupan bobrok nyaris bangkrut.

Apa itu Martabat?

Martabat secara definisi adalah hak seseorang untuk diperlakukan secara etis, berdasarkan harkat dan harga diri atau kualitas diri, membuat seseorang layak dihormati. Kontekstualisasi Martabat dalam pemerintahan adalah satu cita-cita agar Bima maju dan bisa dihormati sebagai satu entitas politik sekaligus kolektifitas politik budaya dan kebudayaan.

Makna martabat secara definisi akan menjadi rule pada pendekatan merit sistem dalam distribusi kekuasaan dan jabatan yang berbasis pada kualifikasi dan prestasi seorang ASN.

Saya percaya pada kualifikasi Ady Mahyudi sebagai pemimpin daerah yang lahir dari satu pergolakan dan perjuangan panjang pertengkaran politik kelompok tradisional pro Kesultanan dan kelompok religius anti kesultanan juga anti  keluarga sultan. Ady Mahyudin paham betul jiwa dan kehendak rakyat yang telah ikut dalam perjuangannya sejak awal kemunculannya sebagai tokoh dan politisi 15 Tahun yang lalu.

Ady Mahyudin lahir dari rahim perjuangan rakyat yang anti terhadap feodalisme dan dinasti politik kesultanan Bima, ia tumbuh dalam gerak dan dinamika jaman beserta kemarahan rakyat atas dominasi politik dan ekonomi keluarga Sultan, Ady Mahyudin bukanlah pemimpin yang lahir dari ruang hampa, tetapi diciptakan oleh waktu, keadaan dinamika dan pergolakan jaman, ia lahir dari rahim cita-cita rakyat.

Pemerintahan Ady -Irfan barulah seumur jagung, belum 50 hari berjalan,  beberapa kali diskusi dengan kawan-kawan dilingkaran dekat Bupati saya menyimpulkan tiga agenda prioritas yang akan dilakukan dalam 100 hari kerja, pertama; menjadikan Bima sebagai  lumbung padi Nasional, kedua ; menaikan status Rumah Sakit Sondosia sebagai rumah sakit rujukan, ketiga; memperjuangkan kampus Islam negeri dan sekolah rakyat progam kementrian sosial RI.

Dari 3 program kerja prioritas Ady-Irfan yang ingin diwujudkan dalam 100 hari kerja saya melihat ada semangat keperpihakan terhadap pertanian, kesehatan, pendidikan, ketiganya berimplikasi  keberpihakan pada penguatan ekonomi rakyat sekaligus mensubsidi masyarakat miskin agar dapat mengenyam pendidikan gratis melalui sekolah rakyat.

Kita bisa bandingkan dengan 20 tahun regim kesultanan menjadi kepala daerah, apa capaian mereka? Apa prestasinya? Kepada siapa keluarga sultan berpihak? Kepada petani? Kepada rakyat miskin? Keluarga sultan selama 20 tahun hanya mengeksploitasi rakyat dengan memotong hampir semua rantai APBD agar tidak dinikmati petani dan rakyat miskin Bima, Rantai warisan kekuasaan selama 20 tahun Keluarga sultan kemudian ingin ditimpakan kepada Ady-Irfan, itu tidak adil, tidak fair, karena yang paling bertanggung jawab terhadap seluruh kerusakan tatanan sosial, budaya struktural dan politik adalah Fery dan Dinda, merekalah biang keroknya.

Saya memahami betul jika kesultanan ingin ada rematch(tanding ulang) politik 2029, itu baik, tetapi pakailah cara yang bermartabat, cara terhormat sebagai keluarga utama dengan predikat Primus interpares, malu jika menggunakan cara politik yang tidak elegan.

 

( PIMRED )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *