Bima, Jangkarntb.com – Program Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang di dapatkan oleh Pemerintah sejumlah 5.000 bidang dipusatkan di Desa Leu Kecamatan Bolo, menjadi rawan dan lahan Pungli bagi Desa. Salah satunya Desa Woro yang di pimpin, Abdul Farid SH, kecamatan Madapangga menetapkan pembiayaan sebesar Rp. 400 ribu per persil.
Berdasarkan Keputusan tiga mantri (SKB) tiga Mentri,’ Mentri Dalam Negri,Mentri Agraria dan Mentri Desa bahwa pembiayaan PTSL maksimalnya 350.000 setinggi tingginya.Mengutip Penyataan Kepala BPN pada pemberitaan sebelumya
Yang di lakukan oleh kades hari ini adalah 400. Ribu. Biaya tersebut sangat mencekik, sehingga masyarakat menuding Pemerintah Desa (Pemdes) setempat melakukan praktek kejahatan Pungutan Liar (Pungli).
Warga setempat, Suryadin SH mengemukakan, penetapan biaya Prona yang selangit disampaikan Kades sebelum melaksanakan shalat fardu Jum’at di masjid desa setempat, (3/2/23) lalu. Saat itu, Kades umumkan bahwa biaya Prona sebesar Rp. 400 ribu.
“Saat di dalam masjid langsung saya protes, biaya Prona terlalu besar dan memberatkan penerima manfaat program pemerintah pusat itu,” tegas Suryadin, Ahad (5/2/23).
Kata Suryadin, dibanding desa lain seperti di Desa Campa, Pemdes Campa hanya membebani masyarakat dengan angka Rp. 100 ribu. Yakni untuk biaya makan minum tim dari BPN Kabupaten Bima.
“Kita tahunya Prona itu gratis dan dibiayai oleh,’ Anggaran APBN, yang ditanggung oleh masyarakat hanya,’ Tanda Batas,Foto Kopi KTP dan KK, Masa 400 ribu biayanya,’inikan pungli. Yang artinya menipu warga dengan dalih ini dan itu,” ucap Suryadin.
Ironisnya, sebut tokoh masyarakat di Desa Woro itu, Pemdes tidak pernah mensosialisasikan terkait besar biaya Prona. Mereka mengambil kebijakan sendiri, sehinga diduga kuat ingin mengambil keuntungan sepihak yang merugikan Masyarakat di Desa Woro.
Program dan pematokan pembiayaan ini wajib hukumnya untuk dilakukan musyawara dan mufakat yang di fasilitasi oleh Pemdes. Namun kenyataanya diluar ekpetasi. Melahirkan keputusan sepihak.
“Pada dasarnya program ini sangat bagus, tapi kalau disalahgunakan seperti ini kita tidak terima. Ini kan sama halnya membunuh masyarakat apa lagi ini bulan Susah,” keluhnya.
Ia meminta, Pemdes Woro menganulir pernyataan tentang besar biaya PTSL yang di kenal Prona, hal itu perlu dilakukan supaya tidak terjadi instabilitas wilayah.
“Kalau biaya Prona tidak diturunkan, maka jangan heran akan terjadi pergerakan untuk menumbangkan kedzoliman yang dilakukan oknum – oknum di Pemdes Woro,” ancam Suryadin.
Warga lainnya, Ramadhan membenarkan bahwa Pemdes Woro tidak pernah melakukan sosialisasi soal biaya Prona atau PTSL. Apa yang dilakukan Pemdes hari ini adalah upaya pembodohan terhadap masyarakat untuk meraup keuntungan kelompok demi memperkaya diri atau mempertebal isi kantong.
“Pemdes Woro langsung tetapkan biaya Prona tanpa sosialisasi. Sehingga kuat dugaan kami ada kepentingan sesaat untuk mendapatkan keuntungan,” ucapnya.
Terkait hal itu, mewakili hal itu mengecam keras ulah oknum – oknum di Pemdes Woro yang terlibat Pungli. Karena praktek seperti itu tidak dibenarkan dan dinilai mencekik masyarakat.
“Kalau biaya Prona tetap Rp. 400 ribu, tunggu saja pergerakan masyarakat,” ancamnya.
Kades Woro, Abdul Farid, SH mengaku masalah penetapan biaya Prona tidak perlu disosialisasikan. Karena sudah diatur dalam Peraturan Desa (Perdes), sehingga kita selaku pejabat di desa langsung tetapkan sebesar Rp. 400 ribu.
“Penetapan biaya Prona tidak perlu disosialisasikan. Karena sudah diperdeskan,” terangnya.
Dijelaskan Farid, program ini sangat diharapkan oleh masyarakat, sehingga kita usulkan di Tahun 2021 dan alhamdulillah Tahun 2023 direalisasikan.
“Kalau pun ada yang keberatan paling sebagian kecil masyarakat saja. Yang jelas Prona adalah harapan masyarakat,” tutupnya. (Sadam-01)